Kamis, 07 Desember 2017

Kehidupan.


Hidup terlalu sulit untuk diungkapkan.
Terlalu rumit untuk diuraikan.
Terlalu sakit untuk dirasakan.
Terlebih kembali apa yang kita rasakan belum tentu orang lain pun merasakan.
Semua terasa pait.
Terasa sangat sakit disaat tiada satu pun orang yang mengerti akan diri kita.
Yang bisa mengerti hanya diri kita sendiri.
Terlebih lagi banyak sekali yang mengganggap remeh dirimu.
Terkadang jika kita menyimpan semua rasa itu didada.
Lama kelamaan semuanya akan penuh sesak.
Disaat itu pula terkadang kita akan bisa mengungkapkan itu semua agar orang lain mengerti apa yang kita rasa.

Melalui tindakan, tangisan maupun amarah.

FANTASI


Pagi ini ku berjalan menyusuri lorong – lorong sekolah. Ini hari pertama ku memasuki sekolah kembali setelah libur yang telah kulalui.

“Ah, tak terasa akhirnya masuk kembali. Ku sudah rindu dengan teman dan guruku.” Ucapku.

Ibu menemaniku saatku memasuki lingkungan sekolah. Ku lihat teman – teman sedang asik bercanda mesra. Ada yang sedang asik bernyanyi dan menari, ada yang berlari, ada pula yang sedang asik mengobrol. Semua mempunyai kegiatan masing – masing. Dan aku? Apa yang aku lakukan? Aku sedang asik memperhatikan mereka. Aku berjalan – jalan melewati kelas – kelas. Ku lihat dipagi hari yang cerah ini sudah sangat ramai yang datang.

“Wah, ternyata semuanya sangat bersemangat memulai hari pertama sekolahnya dengan berangkat pagi.” Gumam ku dalam hati.

Aku pun semakin bersemangat menuju kelasku. Ku berjalan dengan cepat sambil sedikit berlari kecil. Ku tarik dan pegang erat tangan ibuku yang hanya tersenyum dengan wajah prihatin tanpa bicara sedikit kata pun. Ada beberapa teman yang menyapa dan melambaikan tangan kearahku. Aku balas dengan senyuman riang.

Ketika aku sudah dekat menuju kelasku. Ku merasa ragu. Seakan ku hanya ingin diluar saja tak ingin masuk kedalam sana. Sesaat aku pun berhenti berjalan.

“Ada apa?” Tanya ibuku.

“Tidak ada apa – apa.” Jawabku.

“Lalu kenapa berhenti? Sepertinya tadi sangat bersemangat?” Tanya ibuku lagi.

“Aku ragu. Hatiku menjadi sedih bu.”

“Jangan sedih ya. Ayuk semangat ibu guru sudah menunggu dikelas.”

Lalu kuhapus rasa raguku walau tetap masih tersisa ku lanjutkan langkah kakiku. Ketika didepan kelasku, kelasku terasa sepi. Aku pun masuk dan disapa oleh guruku. 

“Selamat pagi Hani. Bagaimana kabarmu hari ini?”

Aku pun terdiam dan berpikir kenapa diriku selalu merasa bahwa diriku ini selalu berpikir bahwa ini merupakan bukan sekolah melainkan rumah sakit. Orang – orang bernyanyi, menari, tertawa dan mengobrol tadi hanyalah pasien rumah sakit yang sama sepertiku. Yang menemaniku pun bukan ibuku melainkan perawatku. Dan guruku pun merupakan psikiaterku.” Pikirku dalam hati.

“Hahahah,tidak mungkin. Sudah gila kali ya aku jika berpikir seperti itu.” Gumamku dalam hati.

Bu guru pun bertanya kembali kepadaku.

“Hani, kok diam? Bagaimana kabarmu?”

“Sangat baik bu.” Jawabku dengan bersemangat.

“Baiklah kita akan lihat perkembanganmu hari ini.” Kata guruku

“Wah sepertinya hari ini akan diadakan ulangan dadakan.” Pikirku.

“Oh iya bu, kemana teman – teman yang lainnya? Kok pada tidak masuk?” tanyaku

“Tidak, hari ini khusus kita belajar latihan ulangan untukmu.” Sambil menulis dicatatan mengenaiku. Dan disitu tertulis. Bahwa delusi ku masih berlanjut. Walau ku tak tahu itu apa. Aku hanya tersenyum riang dan menjawab semua pertanyaan bu guru.